Home » » MUSIK DIGITAL = SAPI PERAH = MESIN UANG

MUSIK DIGITAL = SAPI PERAH = MESIN UANG


Layanan musik digital masih menjadi andalan PT. Telekom untuk meraih keuntungan atau pendapatan yang fantastis. Jika pada tahun kemarin telah meraup keuntungan sekitar Rp. 550 Millyar (lewat RBT), maka pada tahun ini telah ditargetkan naik 2 sampai 3 kali lipat, dengan kisaran Rp. 1,2 - Rp. 1,4 Trilliun (suatu angka yang cukup fantastis).

Kalau dahulu Telekom mempergunakan format RBT, maka kedepan ini menambah lagi jenis layanannya dengan FTDM (full track digital musik), yaitu suatu layanan unduh musik secara penuh dan dapat dinikmati oleh para pemilik telepon genggam (HP). Lagi-lagi  musik digital ini yang menjadi sapi perah/mesin uang, padahal jika dilihat dari judul perusahaannya (PT. Telekom) seharusnya bergerak di bidang jasa layanan telekomunikasi dan bukan bergerak di bidang layanan musik (musik digital).


Tetapi pada faktanya produk RBT yang pertama kali diluncurkan dianggap sebagai penyelamat dunia musik (digital) Indonesia dari 'kaum pembajak'. Pertanyaan yang muncul di benak kita adalah : "Mengapa PT. Telekom justru bisa meraup keuntungan besar bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan rekaman yang ada ?" "Apa sebabnya .... ?" Jawabannya sederhana, PT Telekom lebih jeli dalam menangkap perkembangan tehnologi bila dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan rekaman yang ada (yang mungkin terancam gulung tikar). Pola pemasarannyapun lebih strategic dan bersifat open (tidak eksklusif), bayangkan untuk memasarkan produk barunya (FTDM) PT. Telekom telah menyediakan kontent langit musik sebagai media pemasarannya dengan segala fasilitas dan kemudahan untuk mengunduh lagu-lagu (dalam format musik digital tentunya) yang telah disediakan. 

Kesimpulan yang bisa kita ambil adalah janganlah kita memandang sebelah mata terhadap kemajuan tehnologi, utamanya yang berkaitan dengan musik (musik digital), khususnya pada permasalahan  ini.
Satu pertanyaan yang selalu menghantui saya , "Bagaimana nasib sang musisi ? Musik Digital pada dasarnya adalah produk dari sang musisi tersebut. Apakah ia juga dapat meraih keuntungan yang fantastis ? Kita lihat saja nanti ............................!!!!

Kalau boleh urun rembuk, hendaknya para musisi, pencipta-lagu dan praktisi musik digital bergabung dan membentuk semacam asosiasi (tidak berjalan sendiri-sendiri) yang bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat mereka sendiri. Sejarah menunjukkan, seperti Gesang, sang Maestro Bengawan Solo belum pernah  ia menikmati hasil yang maksimal dari lagu ciptaannya tersebut yang telah melanglang buana hingga ke negeri seberang. Ironis khan ..... ?

Satu hal lagi yang cukup menggelitik, bahwasanya PT. Telekom menguasai hampir 60 % proses pasar musik digital di Indonesia. Nah lho ...., monopoli khan ? Apanya yang salah ?

2 komentar:

  1. Memang format musik digital atau digital musik ini paling praktis ..... laris manis ...

    BalasHapus
  2. Yah ... PT. Telekom memang telah mendulang banyak rupiah dari praktek-praktek digital musik ini. Salam kenal dan terima kasih.

    BalasHapus

Jangan takut untuk meninggalkan komentar anda, blog ini akan berkembang dengan komentar-komentar anda yang positif dan tanpa spam maupun link aktif.
Mohon maaf apabila terjadi keterlambatan balasan komentar.

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus
Subscribe me on RSS